Iklan

terkini

"GERILYA DISAAT MERDEKA" Oleh: Abdissalam Mazhar Badoh Editor: Topan JP

Staff Redaksi GAPTA Cyber
2/23/24, 07:14 WIB Viewer Today Last Updated 2024-06-27T07:26:45Z

Sulut, Gaptacyber com - “Ternyata Curang” …, Komentar seperti ini berjuta kali kita dengar saat selesai Pemilu, Khususnya Pilpres. Kaget dalam persoalan kecurangan ini bukan berarti kaget beneran. Mengapa ? suguhan ini telah tersaksikan, terbaca, tersimak, teranalisis dan terbukti pada Dua kali Pemilihan PilPres terdahulu. Adalah kenyataan dalam berbagai persoalan pada setiap sudut pandang kehidupan, bahwa keteraturan lebih baik daripada kesemrawutan, kekacauan, acak-acakan dan sebagainya. Dengan demikian dapat dipahami bahwa pola kerja yang teratur, terstruktur, tersistem dan apalagi masif adalah Gerakan modern yang termanajerial dengan baik, kokoh dan solid. Kebenaran yang termenejerial dengan baik pasti akan menghasilkan output yang amat memuaskan, demikian juga sebaliknya, persoalan belakangan teori atau kerangka pikirnya tahan uji, tepat guna dan fungsi serta sesuai dengan sikon, yang penting sudah berjalan ide-ide tadi kedalam proses aplikasi lapangan.


Mustinya semua harus lumrah kalau tidak mau dikatakan tidak memperjuangkan Langkah Awal dengan Cermat dan hati-hati dalam kontestasi Pemilihan Umum sebagai Penghargaan pada Kedaulatan Rakyat. Apa yang berbeda pada SDM partai pengusung semua Paslon Presiden? Tidak ada, sama sekali tidak ada. Ibarat tim sepak bola, semua komposisi sama dan semua keahlian hampir sama. Lantas mengapa harus ada kata, Curang, curang dan curang. Sekali lagi semua parpol telah mengetahui sisi lemah berbagai strategi meraih suara.


Satu-satunya kata yang keluar dan cocok untuk didengarkan Bersama para aktifis partai adalah: Kok bisa ya?, hal ini disebabkan adanya Langkah dan cara apapun itu yang sama-sama mereka tahu tetapi ragu bahkan tidak diterapkan karena berbagai pertimbangan-pertimbangan logis termasuk moril yang mengayak ide-ide Gerakan strategi untuk kemengan. Dengan kata lain, yang bukan mafia tidak mungkin menjalankan praktek mafia atau ragu-ragu menjalankan praktek tersebut, yang bukan idealis tak mungkin dan bahkan ragu menjalankannya, yang bukan oportunis tak mungkin menjalankan praktek ini dan yang bukan liberalis tak mungkin menjalankan hal tersebut.


Analisisnya, yang akan memenangkan seluruh kontestasi atas nama kedaulatan rakyat adalah mereka yang menata rapih manejemen penggabungan semua tipe strtegis tersebut. Peluang Sama tapi Praktek beda, tergantung pada keseriusan, kesungguhan mengarak Langkah Perubahan. Penjaringan tim sukses yang terkesan hanya bersyarat pada label-label yang menggelantung pada nama, organisasi, pengaruh, pengalaman, pangkat, golongan, lingkungan pergaulan, referensi teman dan unsur-unsur yang dianggap primer. 


Sementara faktor yang sebenarnya primer dianggap sekunder seperti Percepatan Teknologi, Antisipasi Strategi, Pengamatan intimidasi program dan kebijakan lawan yang tiba-tiba muncul kayak “Si rekap” serta faktor yang paling primer adalah medan tempur tempat semua keahlian dan program tercurahkan yaitu Masyarakatnya dan yang jadi ukuran dalam analisis ini adalah masyarakat yang awam, miskin, tertinggal dan masih dalam kebodohon iman, ilmu dan mental. Jumlah ini amat banyak. Bukan lantas terlena dengan sihir pengakuan Intelektualitas pendukung.


Buktinya adalah yang lagi Ngetren, “Tarian”, semua daerah dinegeri ini punya tarian, berarti budaya kita sangat dekat dengan Irama, irama apa saja termasuk music disco gembira yang amat diminati. Pendekatan piramida terbalik ini adalah sasaran empuk karena salah satu Gudang Suara, bahkan yang paling besar karena pemilih pemula.


Uraian singkat ini memaparkan adanya Pengetahuan, Kesempatan dan kekuatan yang sama baik pada Ulama, Aktifis Partai, Pengamat Politik, Pengamat Hukum dan bahkan Masyarakat untuk mengarak strategisasi Pemilu Indonesia Kearah lebih bermartabat, terhormat, adil dan benar-benar menghasilkan hitungan Suara yang jujur serta transparan. Logikanya kita sudah pernah tahu bahwa arah kecurangan dari pihak ini dan bagaimana caranya. Kenapa dari jauh-jauh hari tidak membahas itu hingga selesai dari berbagai unsur dan dimensi masyarakat bahkan kalau bisa sampai pada maklumat putusan Tuntutan Rakyat secara Nasional dalam kesatuan dan bermarbat, hingga siapapun dia tidak ada yang berani mencoba untuk melakukan kecurangan terhadap semua proses pemilu.


Faktanya, berbulan- bulan menjelang Pemilu hanya ada Sorotan dan kajian tentang pemakzulan oleh para Guru Besar kita yang kekuatannya parsial dan tidak tepat sasaran. Sama sekali yang kepermukaan hanyalah dugaan, karena tidak sampai pada masalah gugatan dan putusan oleh Lembaga-lembaga yang berkompeten utuk itu. Negara ini berdaulat dan merdeka, mengapa untuk menyuarakan “Jangan Curang” saja tidak bisa disatukan dari seluruh anak bangsa. Mengapa untuk itu kita berbisik dan bahkan bergerilya antar golongan organisasi baik keahlian, ormas, ordik dan lain-lain. Hingga sampai sekarang tidak selesai-selesai. Hal yang sederhana ini, maaf sampai sekarang hanya pada tahap gerilya karena  parsial dan tidak didukung oleh semua elemen bangsa. Tapi Sangat menakjubkan dan terbukti bahwa Gerakan yang masih gerilya ini sumbernya dari sakit hatinya masyarakat awam. 


Azas demokrasi berpolitik para aktifis parpol sudah hampir seratus persen liberalis dan kapitalis tidak lagi Pancasilais. Agama sebagai landasan ideologi moral Pancasila telah dihentikan ikut dalam keputusan-keputusan politik bagi kedaulatan Rakyat negara ini dan hanya menjadi pegangan para pribadi aktifis partai, hingga etika kultural kita dalam berpolitik hilang total. Semua partai hanya mempersoalkan keuntungan investasi SDM Kabinet Menteri dan jabatan Strategis kenegaraan yang semua hampir Sebagian besar Kembali ke Partai bukan ke Rakyat serta KUOTA DPR mereka.


Hak Angket DPR RI saja terhadap kecurangan Pemilu akan atau bahkan telah mempertontonkan kita film luar dugaan berjudul “Kok Bisa”. Gerakan Pak Din, juga akan karam pada sebuah ketakutan fundamental para tokoh terhadap fungsi mereka bagi sejumlah Lembaga baik pemerintahan maupun non pemerintah. Beberapa Gerakan lain juga akan tetap mentok pada kondusifitas system yang mandek karena kue hampir habis terbagi dan teriakan hanya dianggap bisikan, apapun itu. Hajatan besar telah selesai. Kedaulatan Rakyat terbeli dan Tinggal nama akibat Gerakan-gerakan Kebenaran yang memang benar tidak didukung oleh Masyarakat secara Nasional terutama elemen-elemen Lembaga Kebangsaan yang berkompoten. Gerakan Kebenaran itu Harus TERSTRUTUKTUR, SISTEMATIS DAN MASIF.  Karena Keurangan yang terjadi juga demikian. (Amb)

Komentar
Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE. #JernihBerkomentar
  • "GERILYA DISAAT MERDEKA" Oleh: Abdissalam Mazhar Badoh Editor: Topan JP

Terkini

Iklan